Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional yang jatuh pada tanggal 10 Desember 2019 lalu, diperingati oleh Yayasan Yekti Angudi Piadeging Hukum Indonesia (YAPHI) yang bekerja sama dengan DPC Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Solo dengan cara mengadakan kegiatan diskusi yang bertemakan, “Indonesia: Penegakan HAM?”. Kegiatan yang dilaksanakan pada hari Kamis, 12 Desember 2019 ini bertempat di Yayasan YAPHI.
Kegiatan ini dihadiri oleh beberapa organisasi seperti Yayasan YAPHI Surakarta, DPC Permahi Solo, WKRI Cabang Surakarta, IMM Kota Surakarta, LPM NOVUM FH UNS, PMII Kota Surakarta, GMNI Kota Surakarta, Muslimat NU Surakarta, Yayasan ATMA Solo, Perwakilan masyarakat Kentingan Baru, Kaukus Perempuan Solo, SLC IAIN Surakarta, Himaprosa FKIP UNIVET, SBK 65 Boyolali, dan Perwakilan masyarakat Joyotakan. Selain dihadiri oleh berbagai organisasi, kegiatan ini juga dihadiri oleh korban pelanggaran HAM tahun 1965.
Diskusi kali ini menekankan pada ketidakhadiran negara dalam penegakan hukum dan HAM, terutama pada penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Seperti yang dikatakan oleh Haryati Panca Putri, S.H., selaku Direktur Pelaksana Yayasan YAPHI, “Negara tidak hadir dan juga lemah dalam proses penanganan hukum. Ada beberapa kasus yang sampai saat ini belum selesai. Pertama adalah peristiwa 65-66, nggak ada, diproses pun sampai saat ini belum selesai.”
Haryati kembali menyatakan bahwa pada tahun 2014 saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) pertama kali mencalonkan diri dan menjabat sebagai presiden, Jokowi pernah menyatakan akan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Kasus pelanggaran HAM berat yang dimaksud di sini ialah kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang belum tuntas diselesaikan, termasuk peristiwa pada tahun 1965, Talangsari, Penembakan Misterius (Petrus), Semanggi 1 dan 2, Kerusuhan Mei 1998, penghilangan secara paksa 1997-1998, Wamena, dan beberapa kasus lainnya. Namun kenyataannya Presiden Jokowi belum berhasil menyelesaikan semua kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Dr. Jadmiko Anom Husodo, S.H., M.H. selaku salah satu pemantik pada diskusi tersebut menyatakan bahwa, “Dari 15 pelanggaran HAM berat, yang bisa diselesaikan baru 3 yaitu Timor-Timur, Tanjung Priok, Abepura. Kita masih ada tunggakan 12, ini bukan tanpa bukti apa-apa. Tetapi kita berhadapan dengan hambatan-hambatan politik dan kekuasaan yang sangat besar. Tidak mudah juga mengambil sikap tertentu terutama kita berhadapan dengan peristiwa tahun 65, itu peristiwa politik, penyelesaiannya pun dengan pendekatan-pendekatan politik. Itu menjadi penting, apalagi yang kita hadapi sekarang juga memiliki kekuasaan yang luar biasa besar.”
Kegiatan diskusi yang menghadirkan korban pelanggaran HAM tahun 1965 ini menghadirkan suasana berbeda dikarenakan korban menceritakan secara langsung perlakuan apa yang diterima oleh mereka akibat dianggap PKI. Mulyadi, korban pelanggaran HAM tahun 1965 menyatakan, “Kami (korban yang ditandai sebagai PKI) sebenarnya pada waktu itu (tahun 1965) tidak tahu menahu masalah peristiwa yang ada di Jakarta, yang dimanipulasi maupun yang sesungguhnya. Kami di daerah-daerah itu distigma pendukung PKI atau pengikut PKI, kami ditangkap, ditahan. Selama 32 tahun lebih kami menjadi korban, tidak berdaya apa-apa dan kemudian kami merasa trauma karena selalu ditekan, selalu dihina sehingga tidak berani mengatakan apa-apa.”
Mulyadi setuju dengan pernyataan Haryati bahwasanya sejak dulu hingga sekarang, tidak ada keseriusan dari pemerintah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat. “Selama kita berjuang untuk mendapatkan hak-hak kita, kita pun juga mendapat perlawanan dari pihak-pihak yang tidak setuju dengan adanya penyelesaian pelanggaran HAM. Mereka selalu mengandalkan isu-isu, ‘awas kebangkitan PKI, awas kebangkitan komunis.’ Padahal kita selaku korban pelanggaran HAM 65 sama sekali sudah tidak memikirkan tentang PKI, tentang komunis. Kemudian tentang tuntutan kita, negara sejak dulu memang tidak ada kemauan untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu,” ujar Mulyadi. Hal serupa juga diungkapkan oleh Supomo, korban pelanggaran HAM tahun 1965, “Selama tidak ada kemauan baik dari pemerintah untuk menyelesaikan, saya rasa apapun yang kita tuntut tidak akan dihiraukan.”
Pada kesempatan ini, Jadmiko memberi pendapatnya terkait perlakuan pada korban pelanggaran HAM, “Prioritas menyelesaikan pelanggaran HAM berat di masa lalu tentu penting, dengan pendekatan-pendekatan yang lebih. Pendekatan kesejahteraan itu penting. Akses ekonomi, akses pendidikan, akses kebudayaan kepada korban harus menjadi pehatian utama. Setahu saya, KTP Eks-Tapol (ET) sudah tidak ada. Artinya kesempatan bapak ibu yang mendapatkan stigma sedemikian rupa mestinya kesempatan politiknya sebagian sudah mulai relatif terbuka.”
Selain membahas terkait kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, diskusi kali ini juga membahas berbagai pelanggaran HAM yang ada pada masa kini. Di wilayah Kota Surakarta sendiri, peserta diskusi sepakat bahwa kasus-kasus pelanggaran HAM yang marak terjadi antara lain adalah persengketaan lahan dan kekerasan terhadap perempuan. Disimpulkan pula oleh peserta diskusi bahwa negara dianggap belum menghormati, melindungi, serta menegakan hak-hak dasar yang sudah seharusnya melekat pada warga negara sebagaimana yang termaktub secara khusus dalam Pasal 28 UUD NRI 1945. Hal ini tercermin dari fakta bahwa belum adanya jawaban atas permasalahan korban-korban atas pelanggaran HAM pada tahun 1965, warga-warga yang tertindas hak-haknya, serta kasus-kasus HAM lainnya yang bergulir dan mangkrak di Komnas HAM.
Di akhir diskusi ini, terdapat pernyataan sikap dari YAPHI dan DPC Permahi yang mengatasnamakan Warga Negara Indonesia dan menuntut pemerintah c.q Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM untuk: Segera menyelesaikan pelanggaran HAM yang telah terjadi di Indonesia, mempertegas keberpihakan terhadap kelompok rentan dan marjinal dalam upaya penegakan HAM di Indonesia, memberikan jaminan kesejahteraan sosial pada korban pelanggaran HAM., menjamin Hak Asasi Manusia yang tercantum dalam UUD NRI 1945. (Amalia Tiara G./Chiara Sabrina A.)

Great content! Super high-quality! Keep it up! 🙂