Oleh : Jenifer Sevilla

Perempuan itu berdiri di persimpangan seperti yang biasanya ia lakukan
Di jalan raya yang terasa sesak, penuh, dan ramai
Baju biru dengan tas dan tangan yang memegang kaleng
Laki-laki dengan warna-warni silver tidak jauh darinya
Topi cokelat kumal yang tak terasa asing dari pemuda penjual koran
Siang itu panas, dan setiap hari kulewati
Aku di pusat keramaian yang katanya pusat kota dan tidak pernah bisa terbiasa dengan jenuhnya angin
Dengan bau sampah menyengak yang entah kenapa seakan tidak pernah hilang
Suara mesin kendaraan yang saling mengadu, menyerobot, menepi dan menyelinap dari deretan mobil yang terparkir di bahu jalan
Suara orang yang menawarkan jasa dan pemuda-pemudi hitam-putih yang berseliweran keluar masuk kantor dengan map di tangan
Persimpangan ini ramai,
Aku bisa mendengar suara keluhan orang yang harus bekerja lembur di kiriku
Atau keluhan orang yang harus membayar utang dengan uang seadanya di samping kananku
Aku memejamkan mata,
Meredakan pikiran dan seketika mengingat bentakan dari atasan saat aku melakukan pekerjaan pagi tadi
Persimpangan ini ramai
Dan saat aku sampai di kamar yang kosong aku masih merasa ramai
Jari-jariku menekan telepon dengan sedikit bergetar
“Halo, ma.”
“Aku baik-baik saja kok, ma. Cuma kangen.”
Bahkan di tengah riuhnya pikiran untuk pekerjaan dan permasalahan, aku tidak sampai hati mengeluh kalau kota tidak seindah yang diceritakan.
