Oleh : Aldys Rismelin Alrasyid
Budaya perkosaan adalah sebuah suatu keadaan yang secara sadar atau tidak sadar menganggap bahwa tindakan perkosaan atau kekerasan seksual lumrah dilakukan. Masyarakat patriarki pada dasarnya memandang maskulinitas dan laki-laki berada di puncak hierarki, sementara feminitas dan perempuan berada di dasar atau tempat lebih rendah. Perkosaan merupakan bentuk intimidasi yang membuat perempuan menjadi takut apabila diserang sehingga membentuk batasan untuk perempuan bertindak.
Perempuan berupaya agar hal perkosaan atau kekerasan seksual tidak menimpa dirinya dengan membentuk konstruksi diri dengan menentukan berpakaian, cara berbicara, dan tindak-tindakan mereka. Hal ini menjadikan kehidupan perempuan menjadi terbatas, rasa takut yang membuntutinya menjadi hambatan untuk berdikari.
Kekerasan seksual dianggap sebagai hal yang seksis dan seksualitas sebagai hal yang brutal oleh khalayak umum. Benar pun tidak salah, namun perlu diketahui tindakan perkosaan atau kekerasan seksual sebenarnya dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Kenapa? karena sikap dan tindakan tersebut dianggap lumrah di masyarakat. Misalnya dengan bersiul, berkomentar seksual, dilanjutkan dengan menyentuh secara seksual, sampai kepada perkosaan itu dilakukan. Bahkan secara gamblang dapat ditemukan di media, budaya pop, percakapan sehari-hari, aturan pemerintah, dimana hal-hal tersebut masih menunjukkan budaya patriarki masih langgeng dilakukan.
Untuk mendorong agar masyarakat lebih “melek” terhadap kekerasan seksual di dekatnya, maka pentingnya kita untuk memahami budaya perkosaan itu sendiri melalui Piramida Budaya Perkosaan, sebagai berikut:
Bersumber dari Principle Consent pada tahun 2018, dengan menggunakan tiga tingkat piramida diantaranya terdapat tingkat dasar yaitu normalization, tingkat kedua yaitu degradation, dan puncaknya yaitu assault. Dimodifikasi lebih terperinci dengan ilustrasi di atas dibuat empat tingkat sikap dan tindakan yang tergolong dalam Budaya Perkosaan.
- Pewajaran
Tanpa disadari kebiasaan membahas jorok atau seksual, membahas tubuh seseorang, atau seks menjadi obrolan dengan teman merupakan bagian dari budaya perkosaan. Meskipun obrolan tersebut hanya lelucon tanpanya adanya edukasi dengan lawan bicara tetap termasuk dalam budaya perkosaan pewajaran. Meskipun tidak semua lelucon-lelucon ini mengakibatkan terjadinya kekerasan secara langsung, lelucon-lelucon tersebut dapat menggiring opini dan perspektif masyarakat.
- Pelecehan
Tindakan pelecehan yang dimaksud adalah seperti menguntit, memotret/merekam diam-diam, menggoda/bersiul, mengirim foto/video bagian intim tubuh, menyebar luaskan foto/video intim tanpa persetujuan.
- Perampasan Otoritas Tubuh
Tindakan pelecehan yang dimaksud adalah seperti memaksa/berbohong pasangan agar mau untuk melakukan hubungan sex, menyentuh bagian intim tubuh, mengancam, melepaskan kondom diam-diam
- Kekerasan Seksual
Tindakan pelecehan yang dimaksud adalah seperti kekerasan fisik/verbal/emosional/finansial, penganiayaan seksual, pemerkosaan, pemerkosaan pengeroyokan, pembunuhan
Dari penjelasan ilustrasi piramida tersebut menjelaskan hal-hal umum bagaimana kasus perkosaan dapat terjadi di masyarakat. Dengan begitu piramida ini ditujukkan untuk memberikan pemahaman agar terhindar dari kekerasan yang muncul dari budaya perkosaan. Dapat diawali dengan mengenali sikap-sikap dan dampak buruk normalisasi sikap dan tindakan yang berdampak buruk di dasar piramida.
